Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) dalam fungsinya sebagai kawasan konservasi mempunyai fungsi sebagai tempat perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosiatemnya untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan penelitian, kebudayaan, rekreasi dan wisata alam. Fungsi dan keberadaan keanekaragaman hayati dan budaya tersebut salah satunya bertumpu pada keberadaan masyarakat adat yang hidup di sekitar kawasan TNGR. Seperti halnya masyarakat adat di desa-desa : Bayan, Sambik Elen, Loloan, Sukadana, Akar-akar, Sesait dan Senaru adalah desa-desa yang tergolong memiliki kearifan lokal, lembaga adatnya masih dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari dan diakui oleh desa-desa disekitarnya bahkan pengakuan secara nasional terutama masyarakat adat Senaru a.k.a desa wisata Senaru (masuknya beberapa stasiun televisi nasional meliput acara Maulid Adat setiap tahunnya).

Desa-desa adat tersebut merupakan desa-desa yang berada di kaki Gunung Rinjani di lereng sebelah barat sampai barat laut. Fungsi vital hutan disadari dengan perilaku memanfaatkan simberdaya hutan tersebut (air, hasil hutan, dll). Masyarakat hukum adat tersebut memiliki hutan adat (pawang) yang dikelola oleh lembaga adat baik. Bagi mereka hutan adat yang ada memiliki 3 fungsi :

Fungsi ekologi dan konservasiHutan dilihat dari variabel keanekaragaman hayati yang tumbuh dan berkembang dikawasan hutan.Fungsi Sosial Budaya.Hutan sebagai pusat pelaksanaan kegiatan-kegiatan sosial budaya dan tempat peninggalan sejarah para leluhur.Fungsi ekonomiHutan dilihat dari potensi non kayu yang dapat dimanfaatkan, seperti buah Kemiri,  buah Kenari, buah nangka hutan, pohon aren, mangga hutan, buah kates,pakis, cabe dan lain sebagainya yang dapat dimanfaatkan unutk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Ciri-ciri feodalistik masih sangat kentara pada desa-desa tersebut. Masyarakat masih berpegang teguh pada aturan adat yang mengatur segala bentu k hubungan antara manusia dengan Tuhan, dengan sesama manusia maupun dengan makhluk lain (tumbuhan dan satwa) serta lingkungan sekitar. Dalam kehidupan sehari-hari stratifikasi sosial berdasarkan keturunan masih sangat dominan dan hal ini mempengaruhi pola hubungan sosial antar elemen masyarakat sehingga secara jelas membedakan antara pemuka adat dan masyarakat biasa. Demikian juga dalam restrukturisasi kepengurusan adat. Setiap jabatan adat hanya dipegang oleh anak turunan pejabat sebelumnya dan tidak dapat dialihkan ke keturunan keluarga lain.

Aksesibilitas

Dari Mataram ke desa-desa adat terdekat dengan kawasan taman nasional dapat dicapai dengan kendaraan bermotor atau angkutan umum melalui jalan beraspal yang menghubungkan jalan propinsi dengan jalan desa (Mataram – Bayan – Senaru dengan jarak ± 85 Km).

Desa sambik Elen merupakan desa yang terletak di perbatasan Kabupaten Lombok Utara dengan Lombok Timur. Desa Sambik elen terdapat du a masyarakat adat yaitu masyarakat adat Batu Santek dan Barong Birak.

Desa Loloan berjarak 85 km dari ibukota propinsi Mataram, berada pada ketinggian 0-650 dpl. Sedangkan luas desa Loloan sekitar 7.100 ha. Pemerin tahan desa Loloan berdiri tahun 1947 dan baru dijabat 4 kepela desa samapai sekarang. Pada tahun 1948 desa Loloan mengalami pemekaran desa menjadi desa Loloan berpusat di loloan dan desa Bayan dengan pusat pemerintahan di Anyar (sekarang desa Anyar).

Desa Senaru berada pada daerah perbukitan yang merupakan bagian dari lereng Gunung Rinjani, berjarak 85 km dari ibukota propinsi Mataram dan 8 km dari pusat kelembagaan adat Bayan. Desa Senaru berada pada dataran paling tinggi dari desa lainnya, 700 mdpl. Bayan dengan posisinya sebagai ibukota kecamatan, dilalui oleh jalan kabupaten yang menuju Lombok Timur dengan transportasi umum yang cukup memadai.

Hubungi biro perjalanan lokal untuk bisa mengunjungi keunikan tradisi suku Sasak Bayan. Selamat berwisata.